Senin, 19 Oktober 2020
D.
Tantangan dan Usaha-usaha K.H. Ahmad Dahlan dan Para
Sahabatnya dalam Mendirikan dan Memperjuangkan Muhammadiyah
Islam yang otentik dan murni bagi K.H. Ahmad Dahlan
adalah Islam yang bersumber pada Al-Quran dan hadits, doktrin ini membuka ruang
dilakukannya ijtihad dimana akal dipergunakan untuk memecahkan problem
kontemporer. Ia menerjemahkan ajaran Islam dalam wilayah kemanusiaan dengan
menggarap kerja sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan.
Pribadi bertipe man of action K.H. Ahmad Dahlan adalah
pencari kebenaran hakiki yang menangkap tafsiran Al-Manaar. Beliau juga membuka
lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam untuk menyerukan ijtihad dan
menolak taklid. Tahun 1906 ia diangkat sebagai khotib Masjid Besar Yogyakarta
dengan menadapat gelar Ketib Amin, 1 tahun kemudian ia mempelopori Musyawarah
‘Alim Ulama dan rapat pertama beliau menyampaikan masalah arah kiblat Masjid
Besar Yogyakarta yang kurang tepat. Tahun 1909 K.H. Ahmad Dahlan bergabung
dalam Jamiat Khair, yang merupakan organisasi bidang pendidikan yang anggotanya
mayoritas adalah orang-orang Arab dan Budi Utomo yang bertujuan sebagai wadah
semangat kebangsaan juga untuk memperlancar aktifitas dakwah dan pendidikan
Islam dan mengajar agama Islam kepada peserta didik di sekolah Belanda.
Sekolahitu diantaranya adalah Kweekschool
di Jetis, OSVIA (Opleiding School
Voor Indlandsch Amtenaren), sekolah Pamong Praja di Magelang.
Penolakan oleh santri tentang pembaruan di bidang
pendidikan yang modern membuat K.H. Ahmad Dahlan merintis amal usaha di bidang
pendidikan pada tanggal 1 Desember 1911 yakni Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Sekolah ini menggunakan
sistem pendidikan barat dan berada di ruang tamu rumahnya. Peserta didik
berasal dari anak keluarga K.H. Ahmad Dahlan sendiri pun masih mendapat
penolakan karena hasutan yang mengatakan beliau sebagai kyai palsu, kristen
alus, bahkan dianggap kafir karena mengadaptasi model pendidikan sekolah
Belanda. Karena tuduhan-tuduhan tersebut banyak peserta didik yang meninggalkan
madrasah, akhirnya K.H. Ahmad Dahlan mendatangi setiap rumah peserta didiknya.
Bertepatan dengan 18 November 1912 M (18 Dzulhijah 1330
H) beliau mendirikan gerakan Islam yang diberi nama Muhammadiyah. Deklarasi ini
dilakukan di gedung Loodge Gebouw
(sekarang gedung DPRD DIY) agar diketahui oleh pemerintah dan kesultanan.
Pilihan nama organisasi ini berdasarkan nama Nabi terakhir agar kehidupan
beragama dan bermasyarakat menyesuaikan dengan pribadi Nabi. Pada tahun 1920
beliau juga mendirikan perkumpulan kaum ibu,yaitu Sapa Tresna ( ‘Aisyiyah),
kegiatannya adalah mengadakan pengajian-pengajian. Pada tahun 1917 beliau
mendirikan pengajian malam Jum’at sebagai forum dialog dan tukar pikiran
kemudian melahirkan Korps Mubaligh Keliling utnuk menyantuni dan memperbaiki
kehidupan yatim piatu, fakir miskin, dan orang yang sednag dilanda musibah.
Tahun 1918 beliau mendirikan Hizbul Wathan yang diketuai oleh haji Muchtar.
Tahun 1931 didirikan Nasyiatul Aisyiyah (sekarang Nasyiyah). Tahun 1921 beliau
mendirikan badan yang membantu kemudahan pelaksanaan ibadah haji bagi orang
Indonesia. Pada tahun yang sama beliau mendirikan mushalla khusus perempuan
pertama di Indonesia. Tahun 1922 beliau membentuk Badan Musyawarah Ulama untuk
mempersatukan ulama di Hindia Timur dan merumuskan kaidah hukum Islam sebagai
pedoman pengamalan Islam, diketuai oleh R.H. Mohammad Kamaludiningrat, seorang
penghulu kraton yang mendirikan Majelis Tarjih.
Berbagai uraian yang telah dikemukakan di atas
menggambarkan betapa banyak rintisan yang telah diperjuangkan K.H. Ahmad Dahlan
dalam mendirikan Muhammadiyah di Indonesia dengan membuktikan dirinya sebagai
manusia ynag memiliki integritas sebagai muslim, yaitu adanya kesatuan antara
pemikiran, ucapan, dan perbuatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar