Pertemuan 5 ( 18
Agustus 2021 )
1.
Khittah Palembang
1956-1959
a. Menjiwai pribadi anggota
dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid,
menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak,
memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh
keyakinan dan rasa tanggung jawab.
b. Melaksanakan uswatun hasanah.
c. Mengutuhkan
organisasi dan merapikan administrasi.
d. Memperbanyak dan
mempertinggi mutu anak.
e. Mempertinggi mutu
anggota dan membentuk kader.
f. Memperoleh ukhuwah
sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk mengantisipasi
bila terjadi keretakan dan perselisihan.
g. Menuntun
penghidupan anggota.
2.
Khittah Ponorogo
1969
Kelahiran Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo
(1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwadakwah Islam
amar ma'ruf nahi munkardilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan
dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan
Islam amar ma'ruf nahi munkardalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai
parmusi ini gagal sehingga khittah ponorogo kemudian "dinasakh"
meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah ujung pandang.
3.
Khittah Ujung Pandang
1971
a. Muhammadiyah adalah Gerakan
Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat.
b. Setiap anggota Muhammadiyah
sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain,
sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
Persyarikatan Muhammadiyah.
c. Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai
gerakan da’wah islam setelah pemilu tahun 1971, muhammadiyah melakukan amar
ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap partai
muslimin Indonesia.
d. Untuk lebih meningkatkan partisipasi
muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
4.
Khittah Surabaya 1978
(penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)
a. Muhammadiyah
adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia
dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak
merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.
b. Setiap
anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau
memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan
Muhammadiyah.
5.
Khittah Denpasar 2002
Dalam Posisi yang
demikian maka sebagaimana khittah Denpasar, muhammadiyah dengan tetap berada
dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama
gerakannya dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan
social civil-society dalam memainkan peran berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar