KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH
A. Latar Belakang Perumusan Kepribadian Muhammadiyah
Kepribadian Muhammadiyah adalah salah satu dari beberapa rumusan resmi dan doktrin ideologi persyarikatan Muhammadiyah yang di sahkan pada muktamar ke-35 di Jakarta pada tahun 1962. Rumusan Kepribadian Muhammadiyah ini didasari oleh sosialisasi politik yang tidak menentu. sebagaimana diketahui bahwa keluarnya Dejri Presiden 5 Juli 1959 merupakan akibat dari jalan buntu yang ditemui konstituante dalam merumuskan dasar negara republik Indonesia. isi pokok dekrit itu adalah kembali ke UUD 1945, dan Indonesia memasuki jaman baru yang dikenal dengan demokrasi Terpimpin.
Puncak dari penyimpangan yang terjadi adalah terpusatnya seluruh kekuasaan di tangan presiden. semua kekuatan sosial politik yang secara terang-terangan menantang konsep tersebut dibubarkan atau dipaksa untuk membubarkan diri. hal ini juga menimpa partai masyumi ( Majelis Suro Muslimin Indonesia) dan PSI ( Partai Sosialis Indonesia). sikap kedua partai tersebut membuat presiden Soekarno sangat kecewa dan marah besar. lebih-lebih ketika Masyumi dan PSI menolak ajakan untuk masuk dalam kabinet yang akan dibentuknya. penolakan kedua partai tersebut didasarkan pada alasan mereka untuk tidak mungkin bersanding dalam satu kabinet dengan PKI. Keadaan ini diperparah lagi dengan adanya beberapa pimpinan Masyumi yang terlibat dalam pemberontakan yang dilakukan PRRI ( Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia ).
melihat posisi Masyumi yang sangat negatif di mata presiden, maka PKI akhirnya melakukan manufer politik dengan membujuk Presiden Soekarno agar segera membubarkan partai-partai yang menentang kebijakan-kebijakanya. Usaha yang dilakukan PKI berhasil dengan keluarnya Surat Keputusan Presiden Keppres nomor 200 Tahun 1960 yang intinya meminta pimpinan Masyumi untuk membubarkan partai atau Masyumi dibubarkan. Akhirya pada 13 September 1960 Pimpinan Pusat Masyumi secara resmi menyatakan membubarkan diri, termasuk bagian cabang dan rantingnya di seluruh Indonesia.
Tokoh- tokoh Muhammadiyah yang berperan serta anggota Pimpinan Masyumi dalam berbagai Tingkatan, diantaranya :
- Ki Bagus Hadikusumo
- K.H Faqih Usman
- Prof. Dr. Hamka
- Prof Abdul Kahar Muzakir
- Mr. Kasman Singodimejo
- H.M Yunus Anies
- K.H Yunus Anies
- K.H. R Hadjid
- AR. Fachrudin
Setelah Masyumi membubarkan diri, warga Muhammadiyah yang semula aktif di partai politik Islam yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah itu kemudian aktif kembali ke dalam persyarikatan. Hanya saja, pola perjuangan di partai politik masih terbawa ke dalam Muhammadiyah. Hal inilah yang kemudian dikhawatirkan akan dapat merusak tradisi organisasi dan semangat perjuangan muhammadiyah sebagai gerakan islam.
Dirumuskannya Kepribadian Muhammadiyah dilatar belakangi oleh kebutuhan persyarikatan akan adanya rumusan yang dapat dijadikan pedoman bagi persyarikatan Muhammadiyah. Pada saat itu KH. Faqih Usman memberikan rangsangan gagasan kepada Muhammadiyah akan pentingnya jatidiri Muhammadiyah melalui ceramah, disampaikan pada saat pelatihan/ kursus yang diselenggarakan PP Muhammadiyah pada tahun 1381 H bertepatan dengan 1961 M yang diikuti oleh wakil dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-Indonesia. Adapun ceremah tersebut berjudul tentang “apakah Muhammadiyah itu?”.
Menilik judul ceramah yang disampaikan oleh KH. Faqih Usman tersebut tentang apakah Muhammadiyah itu?, bermaksud untuk memberikan pemahaman mendalam tentang Muhammadiyah kepada kader Muhammadiyah. Mengetahui dan memahami Muhammadiyah bukan hanya sebatas kulitnya saja, tetapi Mengetahui dan memahami Muhammadiyah harus sampai ke akar-akarnya. Dalam susunan kalimat tanya kata “apakah” merupakan pertanyaan dasar/awal dalam menggali sebuah informasi.
Gagasan KH. Faqih Usman tersebut direspon oleh PP Muhammadiyah yang pada saat itu dipimpin oleh KH. M. Yunus Anies, dengan membentuk tim perumus dan penyempurna. Adapun personil tim perumus dan penyempurna Kepribadian Muhammadiyah sebagai berikut:
- Faqih Usman
- Farid Ma’ruf
- Djarnawi Hadikusumo
- Djindar Tamimy
- Dr. KH. Hamka
- Mohammad Wardan Diponingrat
- KH. M. Saleh Ibrahim
Setelah menyelesaikan rumusannya, tim tersebut menyerahkan hasilnya kepada PP Muhammadiyah dan dibahas pada sidang tanwir muhammadiyah pada tanggal 25-28 Agustus 1962, para peserta sidang tanwir menerima rumusan tersebut untuk disahkan pada Muktamar. Akhirnya pada Muktamar ke 35 di jakarta rumusan kepribadian Muhammadiyah resmi di sahkan pada tanggal 29 April 1963 dan dapat dijadikan sebagai pedoman dan pegangan bagi seluruh warga persyarikatan. Pada Muktamar ke 35 juga terpilih ketua PP Muhammadiyah bart menggantikan HM Yunus Anies yaitu KH. Ahmad Badawi periode 1963 – 1968.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar